Kamis, 21 Maret 2013

Bedak Padat, Teti Gumiati dan Meitha KH di Kampus Unggu


Bedak Padat, Teti Gumiati dan Meitha KH di Kampus Unggu

oleh : Yandi Hidayatullah 
            “Bedak Padat”, acara tersebut dihadiri 277 peserta yang terdiri dari siswa, mahasiswa, guru serta 14 tamu undangan. Tepatnya Minggu (17/3), bertempat di Auditorium Universitas Galuh Ciamis diselenggarakan Bedah Karya dan Pendapat (Bedak Padat) dengan sangat meriah, mengambil tema “Penulis Perempuan Merengkuh Kata, Mewujudkan Sayap-sayap Pencerahan”. Dalam kegiatan tersebut mengundang dua pembicara sekaligus penyair, Teti Gumiati,Dra.,M.Pd. dan Meitha KH. Bukan hanya pembicara, tamu undangan pun hadir, di antaranya Bode Riswandi, beberapa mahasiswa Unsil, dan tentunya komunitas penulis perempuan Indonesia (KPPI).
            Kedua pembicara, Teti Gumiati dan Meitha KH merupakan perempuan-perempuan luar biasa. Di satu  sisi mampu menjadi ibu rumah tangga, ternyata di sisi lain, mampu berkarya. Bedah Karya dan Pendapat tersebut berisikan acara bedah buku kumpulan puisi karya Teti Gumiati,Dra.,M.Pd, yang sekaligus Ketua Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (Diksatrasia) FKIP Universitas Galuh Ciamis dan antologi puisi karya Meitha KH, yang sekaligus ketua KPPI pusat  serta pemandu acara talk show di MQTV.
            “Rasanya jarang acara seperti ini, jadi saya sangat senang sekali untuk datang dan menyaksikan acara Bedak Padat seperti ini,”ungkap Tini, mahasiswa 2 C, Diksatrasia.
            Acara dimulai pukul 08.30, namun sebelumnya peserta Bedak Padat disuguhi penampilan musikalisasi puisi, deklamasi puisi dari kelompok Teater Pijar, Diksatrasia FKIP Univesitas Galuh Ciamis. Saat acara yang dibawakan Iin Hodijah,S.Pd. dimulai, peserta begitu antusias, pihak panitia mampu menyenggarakan kegiatan, namun tidak meninggalkan door prize untuk peserta. Hal inilah yang menjadi salah satu daya tarik peserta mengikutinya.
            Antologi puisi karya Teti Gumiati,Dra.,M.Pd. berjudul “Harmoni’ dan antologi puisi karya Meitha berjudul “Mesin Waktu”. Kedua antologi puisi tersebut dibedah oleh Wida Waridah. Dengan mengambil beberapa judul dalam antologi kedua puisi tersebut, Wida mampu menjabarkan perihal makna yang terkandung di dalam kumpulan puisi keduanya.
            “Kumpulan puisi harmoni karya Teti Gumiati adalah sebuah upaya perenungan sang penulis terhadap hidup. saya lebih suka menyebutnya sebagai buah kecintaan penulis terhadap kehidupan. Sebab dengan cinta, seseorang bisa lebih intens untuk memahami, mendalami, dan emmbongkar apa yang tersebumbunyi,”ungkapnya.
            Wida memberikan contoh puisi yang berjudul “Rumah Burung”. Dalam pemaparannya, Wida menggambarkan mengenai perenungannya dalam hal larik menebang pohon mangga, menjadi sebuah penggusuran, dan peradaban. Wida pun menyatakan, bahwa Teti Gumiati begitu halus dalam mengungkapkan perasaannya, sehingga melihat pohon mangga bukan lagi sekadar pohon mangga yang tumbuh begitu saja, berbuah, lantas menggugurkan daunnya. Namun di dalamnya terkandung banyak hal yang bermakna dalam. Pembedah, Wida Waridah ketika membedah kumpulan puisi Harmoni, mengungkapkan bahwa puisikarya Teti Gumiati tersebut mengingatkannya pada puisi Sutan Takdir Alisyahbana.”Kumpulan puisi harmoni mengingatkan saya pada puisi-puisi pada masa Sutan Takdir Alisyahbana, penyair angkatan pujangga baru,”paparnya.
            Ketika memaparkan kumpulan puisi karya Meitha, Wida Waridah menyatakan antologi Mesin Waktu bentuknya lebih bebas. “ Bentuknya sedikit bebas, sebagai puisi liris, namun pada beberapa judul lain, kita akan menemukan puisi-puisi prosa. Kumpulan puisi yang terdiri dari 49 judul puisi ini, diikat bukan oleh bentuk”ungkapnya.
            Kebebasan bentuk seperti yang diungkapkan Wida Waridah, memang benar terlihat pada judul puisi Hujan Runtuh dan Sudah Lima Tahun.  Dalam pembahasan akhirnya, Wida menyatakan ketertarikannya pada puisi Meitha yang disimpan di akhir antologinya, yang berjudul Jarak Kita. “Puisi yang ditempatkan di paling akhir inilah yang menurut saya bisa menjadi jiwa dari kumpulan puisi Mesin Waktu. Puisi ini mewakili seluruh puisi-puisi yang ada di dalam kumpulan puisi Mesin Waktu,”jelasnya.
            Acara yang selesai pukul  12.00 tersebut, ditutup dengan penampilan beberapa kelompok musikalisasi puisi dan duet pembacaan puisi, yang hal ini memberikan kesan tersendiri di hadapan peserta Bedak Padat. Tidak selesai sampai di sana, peserta usai mengukuti kegiatan disuguhi dengan Bazar Buku. Dalam Bazar tersebut terdapat kumpulan puisi Teti Gumiati, Harmoni beserta CD musikalisasi puisinya,  antologi puisi karya Meitha, Meitha KH. serta Tabloid Linguistika, dan buku-buku Mata Kuliah. “Luar biasa acara ini, mulai saat ini saya akan terus menulis baik fiksi maupun nonfiksi, benar bahwa menulis menandakan bahwa kita pernah hidup,”ungkap Ai Santi di akhir acara. (Yandi Hidayatulloh, Pemred Linguistika Diksatrasia FKIP Universitas Galuh Ciamis)
            

Baca Selengkapnya »»